MENGAPA KITA MESTI MENGUCAP SYUKUR?
“Aku hendak bersyukur kepadaMu, ya Tuhan, Allahku,
dengan segenap hatiku, dan memuliakan namaMu untuk
selama-lamanya.”
Mazmur 86:12
Ada pepatah mengatakan bahwa hidup manusia
itu ibarat sebuah roda yang senantiasa berputar,
kadang kita berada pada posisi atas, dan kadang kita
berada pada posisi yang bawah. Dengan demikian maka,
hidup itu penuh dengan berbagai perubahan, ada kala
kita mengalami kesuksesan besar, namun ada kalanya
kita mengalami kegagalan besar. Ada saatnya hidup
kita begitu mantap, namun tiba-tiba kita bisa saja
menjadi goyah. Pada saat sukses, rasanya gampang untuk
bersyukur kepada Tuhan, namun pada saat gagal, kita
akan merasa sulit mengucap syukur pada Tuhan.
“Aku hendak bersyukur kepadaMu, ya Tuhan, Allahku,
dengan segenap hatiku, dan memuliakan namaMu untuk
selama-lamanya.”
Mazmur 86:12
Ada pepatah mengatakan bahwa hidup manusia
itu ibarat sebuah roda yang senantiasa berputar,
kadang kita berada pada posisi atas, dan kadang kita
berada pada posisi yang bawah. Dengan demikian maka,
hidup itu penuh dengan berbagai perubahan, ada kala
kita mengalami kesuksesan besar, namun ada kalanya
kita mengalami kegagalan besar. Ada saatnya hidup
kita begitu mantap, namun tiba-tiba kita bisa saja
menjadi goyah. Pada saat sukses, rasanya gampang untuk
bersyukur kepada Tuhan, namun pada saat gagal, kita
akan merasa sulit mengucap syukur pada Tuhan.
Tidak susah untuk bersyukur bila seseorang naik pangkat,
atau gajinya bertambah, namun bagaimana dengan
mereka yang dipecat dari pekerjaan. Rasul
Paulus di dalam 1 Tesalonika 5:18 mengatakan “Dalam
segala keadaan hendaklah kalian bersyukur, sebab
itulah yang Allah inginkan dari kalian sebagai orang
yang hidup bersatu dengan Kristus Yesus.”
Kadang timbul pertanyaan dalam benak hati
kita, mengapa kita sulit mengucap syukur kepada Tuhan?
Mengapa justru hanya komplain yang keluar dari mulut
kita? Saya tidak tahu mulai pagi ini hingga saat ini
ini sudah berapa kali anda komplain ? Mari kita lihat
suatu komplain yang dilakukan oleh isteri Ayub, baca
Ayub 2 : 9-10 “Istrinya berkata kepadanya, "Mana bisa
engkau masih tetap setia kepada Allah? Ayo, kutukilah
Dia, lalu matilah!" Jawab Ayub, "Kaubicara seperti
orang dungu! Masakan kita hanya mau menerima apa yang
baik dari Allah, sedangkan yang tidak baik kita
tolak?" Jadi, meskipun Ayub mengalami segala musibah
itu, ia tidak mengucapkan kata-kata yang melawan
Allah. (IBIS)
Kembali kepada pertanyaan kita, mengapa
kita mesti mengucap syukur? Kita akan coba lihat tiga
alasannya hari ini ;
1. Karena syukur membawa kehidupan lebih dinamis
Paulus di dalam 1 Tesalonika 5:18 mengatakan “Dalam
segala keadaan hendaklah kalian bersyukur, sebab
itulah yang Allah inginkan dari kalian sebagai orang
yang hidup bersatu dengan Kristus Yesus.”
Kadang timbul pertanyaan dalam benak hati
kita, mengapa kita sulit mengucap syukur kepada Tuhan?
Mengapa justru hanya komplain yang keluar dari mulut
kita? Saya tidak tahu mulai pagi ini hingga saat ini
ini sudah berapa kali anda komplain ? Mari kita lihat
suatu komplain yang dilakukan oleh isteri Ayub, baca
Ayub 2 : 9-10 “Istrinya berkata kepadanya, "Mana bisa
engkau masih tetap setia kepada Allah? Ayo, kutukilah
Dia, lalu matilah!" Jawab Ayub, "Kaubicara seperti
orang dungu! Masakan kita hanya mau menerima apa yang
baik dari Allah, sedangkan yang tidak baik kita
tolak?" Jadi, meskipun Ayub mengalami segala musibah
itu, ia tidak mengucapkan kata-kata yang melawan
Allah. (IBIS)
Kembali kepada pertanyaan kita, mengapa
kita mesti mengucap syukur? Kita akan coba lihat tiga
alasannya hari ini ;
1. Karena syukur membawa kehidupan lebih dinamis
Keluhan, omelan, protes dan sebagainya merupakan suatu
kemacetan atau kemandekan dalam hidup kita, sebab
tatkala kita mengeluh; kita berada pada posisi
stagnasi. Sedangkan ucapan syukur merupakan suatu
posisi yang dinamis, semakin kita bersyukur maka
semakin kita beriman, dan dekat serta takut akan
Tuhan, semakin menuju sempurna.
Para ahli bisnis mengajarkan tiga kata ajaib
mewujudkan kehidupan kerja yang lebih dinamis,
misalnya kata "I respect you," "I appreciate you" dan
"I agree with you." Ketiga kata ini diyakini akan
mengubah kehidupan kerja seseorang menjadi lebih
dinamis, ketimbang kata-kata yang mencemooh, menghina
dan menghakimi. Sedangkan para ahli komunikasi
mengatakan bahwa ada tiga kata ajaib yang mampu
membangun hubungan baik antar manusia (the three magic
wods), yaitu terima kasih (thank you), maaf (sorry),
dan tolong (please). Dari ketiga kata tersebut, yang
memiliki kekuatan terbesar ternyata kata “terima
kasih”.
Ungkapan terima kasih sesungguhnya didasari pada rasa
syukur kepada Tuhan Yang Kuasa atas rahmat-Nya kepada
seseorang. Dia telah menggunakan orang lain untuk
menolong seseorang melakukan sesuatu atau memberi
sesuatu. Tatapan mata yang lembut yang disertai senyum
dan jabat tangan erat sambil menyampaikan terima
kasih, memiliki kekuatan yang luar biasa bagi orang
yang menerimanya untuk berbuat lebih baik lagi.
Ungkapan terima kasih yang tulus dan antusias akan
mendorong orang untuk semakin banyak memberi dan
melayani orang lain.
Untuk ungkapan “terima kasih”, rupanya bahasa
Indonesia telah memakai kata yang sangat kristianai,
yakni kata “terima” dan “kasih”. Sedangkan dalam
bahasa Latin, yaitu antara kata think (berpikir) dan
thank (berterima kasih). Seseorang hanya mampu
berterima kasih dan mengungkapkannya dengan tulus
ketika dia bisa berpikir bahwa apa yang diterimanya
saat ini adalah atas pertolongan orang lain. Oleh
karena itu, dia wajib berterima kasih. Tanpa adanya
pemikiran bahwa apa yang diterimanya merupakan
pemberian orang lain, mustahil dia mengungkapkan rasa
terima kasihnya dengan tulus. Terlepas dari apa
motivasi seseorang memberikan sesuatu atau menolong
kita, sudah selayaknya ungkapan terima kasih
disampaikan dengan tulus. Justru melalui ketulusan
dalam mengungkapkan rasa terima kasih ini,
perlahan-lahan akan memurnikan motivasi dalam
membangun kebersamaan.
2. Karena berkat itu adalah Anugerah
Coba kita perhatikan pertanyaan Tuhan
Yesus pada ayat berikut ini? Luk 17:18 Mengapa hanya
orang asing ini yang kembali mengucap terima kasih
kepada Allah?" Penulis Lukas ingin mengatakan kepada
kita seakan-akan Yesus komplain? Yang sembilan orang
itu ke mana? Mengapa orang –orang Yahudi tidak
kembali? Apakah mereka tidak merasa ditolong oleh
Yesus? Apakah mereka yang tidak kembali ibarat ornag
yang tidak punya hati untuk berterima kasih?
Ceritanya begini, ada sepuluh orang yang
sakit kusta, mereka bertemu Tuhan Yesus dan minta
disembuhkan. Lalu Tuhan Yesus meminta mereka pergi
menghadap imam-imam, namun di tengah perjalanan
penyakit kusta mereka menjadi tahir. Dari sepuluh
orang kusta yang telah tahir itu, yang kembali datang
kepada Tuhan Yesus dan mengucapkan terima kasih hanya
satu orang, itupun dia bukan orang Yahudi, melainkan
orang Samaria. Sewaktu saya kuliah di Seminari,
tatkala membahas ayat ini, ada satu teman memprotes;
mengapa Tuhan Yesus mempertanyakan sembilan orang yang
laian? Bukankah Yesus sendiri yang menyuruh mereka
bertemu imam-imam?
Kadang di gereja kita mendegar keluhan-keluhan
dari orang-orang percaya yang lagi mengalami kesusahan
dan kita senantiasa diminta mendukungnya dalam doa
dan bahkan juga dana. Kita seakan-akan diajak harus
dan wajib turut merasakan begitu dalamnya
penderitaannya. Namun setelah ombak kehidupannya
lewat, berita dari orang tersebut tidak ada lagi,
lenyap begitu saja. Bahkan mendadak ada berita bahwa
orang tersebut sudah berbahagia, bahkan sudah menikah
dan sukses. Sebagai umat Tuhan kita bukannya komplain
dan merasa iri akan hal ini, namun bagi orang
tersebut, ia seakan-akan berpikir bahwa gereja , hamba
Tuhan dan anggota lainya berkewajiban mengurusnya
kalau ia lagi susah. Lalu setelah kesusahannya lenyap,
sayonara gereja. Mungkin orang
Yahudi juga hampir sama saja. Mereka melihat bahwa
Yesus diutus untuk bangsa Yahudi, maka ketika Dia
menyembuhkannya, itu sudah sebuah tindakan wajar dan
wajib. Jadi tidak perlu kembali dan terima kasih. Itu
sudah merupakan tugas Yesus untuk menolong mereka.
Justru tidak wajar kalau Yesus tidak turun tangan
menolong orang-orang itu. Sering orang melihat sesuatu
dianggap wajar saja. Kalau Allah memberi nafas setiap
hari, memberi keselamatan setiap hari, memberi
pekerjaan setiap hari dan sebagainya, itu hal yang
wajar. Allah itu seharusnya memang berbuat begitu.
Kalau Allah memberikan petaka, bencana, dan hal
negatif lainnya, maka ini perlu dipersoalkan.
Seandainya kita memberi posisi diri
sebagai orang Samaria, yang senantiasa merasa dia
tidak pantas dibantu, sebab keselamatan bukan untuk
mereka sebagai warga kelas dua di daerah Yahudi. Bukan
hanya sebagai orang Samaria, tetapi juga orang Samaria
yang kena penyakit kusta yang harus jauh dari
masyarakat, maka orang akan mudah mengucap bersyukur.
Betapa dia yang tidak pantas ini diberi anugerah yang
tidak terduga dari seorang yang sangat hebat dan
terhormat. Kesadaran ini membuatnya datang kembali
untuk bersyukur dan menyembah Yesus.
Jika hari ini kita sulit mengucap syukur, mungkin
sudah saatnya kita berdoa kepaad Tuhan agar kita
diberikan persolan yang rumit, sakit-penyakit atau
kehilangan pekerjaan; supaya kita boleh merasakan
betapa besar anugerah Tuhan yang sesungguhnya kita
dapatkan hari ini. Kadang tanpa kita sadari, tatkala
pekerjaan menumpuk dan kita merasa capek, hal ini
mebuat kita jauh dari Tuhan. Saya
sempat bertanya pada salah pemuda kenapa dia tidak ke
gereja hari Minggu? Jawabannya, malas, sibuk , banyak
tugas kuliah dan capek. Dalam hati saya ingin berkata
padanya, kalau gara-gara kuliah, kitya capek lalu jauh
dari Tuhan; mungkin sudah saatnya kita minta cuti dari
kuliah, supayua kita tidak capek dan bias dekat kepada
Tuhan. Demikian juga mereka yang sibuk dengan
pekerjaan, usaha dan sebagainya, jika karena hal-hal
itu membuat anda terhalang dating kepaa Tuhan, maka
lebih baiak minta Tuhan ambil kembali berjkat
tersebut, supaya kita lebih leleusa dan tidak ada
halangan datang pada Tuhan.
3. Karena rancangan Tuhan selalu baik
Kita keliru bila mengukur kasih Allah dengan ritual
yang kita lakukan. Jangan kita mengira karena kita
sudah rajin ke gereja, rajin baca Alkitab, setia
memberi persembahan perpuluhan, dan taat firman Tuhan,
maka secara otomatis hidup kita sudah lancar dan
sukses. Itu teologi kemakmuran. Taat pada firman
Tuhan bukan ucapan syukur, sebab ucapan syukur
merupakan buah-buah ketaatan yang kelihatan.
Coba lihat Ayub, adakah diantara kita yang dapat
mengalahkan kerohanian Ayub? Alkitab mencatat bahwa ia
orang yang saleh, jujur, orang yang taat pada Tuhan.
Setiap pagi dia senantiasa datang pada Tuhan. Namun
kenyataannya yang kita lihat adalah, orang semacam
inipun tidak luput dari penderitaan. Harta
kekayaannya lenyap, bahkan ia harus menderita sakit.
Yang menarik dari Ayub adalah tatkala ia berada dalam
kondisi demikianpun, ia tidak pernah mempersalahkan
Allah, artinya ia tidak pernah komplain. Baca Ayub
1:21, Ayub berkata, "Aku dilahirkan tanpa apa-apa, dan
aku akan mati tanpa apa-apa juga. TUHAN telah
memberikan dan TUHAN pula telah mengambil. Terpujilah
nama-Nya!"
Bukankah kita dilahirkan di dunia ini tidak membawa
apa-apa? Kalau dibandingkan dengan saat ini, pakaian
,pengetahaun, pekerjaan, keluarga dan bahkan harta
kekayaan yang kita miliki, bukankah seharusnya kita
mengucap syukur? Apakah kita menganggap ini sebagai
hal yang wajar, sebab kita yang berjuang kerja
sendiri, belajar mati-matian, dan usaha
sekeras`-kerasnya; jadi wajar kalau kita memiliki
segala-galanya? Jika ini merupakan pikiran kita, maka
ini sekaligus kekeliruan kita.
Tuhan tidak sedang berbasa-basi supaya kita
mengucap syukur dalam segala keadaan. Tetapi Tuhan itu
serius terhadap kita, sebab rancangannya selalu yang
terbaik. Kadang kita berpikir mengapa Tuhan itu
menempatkan orang-orang yang sulit dalam team kerja
kita? Gara-gara mereka pekerjaan kita menjadi tidak
lancar? Mengapa ada atasan yang berlaku tidak adil?
Mengapa ada pimpinan yang suka menekan bawahan?
Mengapa dan banyak mengapa? Namun kita harus bijak,
sesungguhnya Tuhan menempatkan kita di tengah-tengah
serigala ini justru melatih kita,.
Jika kita ingin belajar sabar, maka kita perlu
bergabung dengan orang-orang yang sukar. Justru kalau
kita berhadapan dengan orang-orang yang suci, suka
memaafkan, suka mengampuni dan baik hati, maka sulit
bagi kita melatih kesabaran; justru kebalikannya,
orang-orang lain yang barangkali harus bersabar
terhadap kita.
Roma 8:28 Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut
bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan
kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi
mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
Sedangkan Pengkotbah 3 : 11 mengatakan “Ia membuat
segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia
memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia
tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah
dari awal sampai akhir. “ Janji-janji Tuhan did lam
kedua ayat inilah yang mebuatn kita sebagai anak-anaka
Tuhan tidak ada alasan untuk tidak mengucap syukur.
(ss)
No comments:
Post a Comment